MRT Jakarta Sebagai Pionir Regenerasi Jakarta Melalui Pengembangan Kawasan Berorientasi Transit
Jakarta, 26 Oktober 2020. COVID-19 telah mengubah interaksi manusia begitu pula dalam perkembangan perkotaan. Kesadaran akan kesehatan, jarak sosial dan jarak fisik membentuk pola dan budaya baru pembangunan kota. Setiap kota harus menyesuaikan dan beregenerasi untuk menghadapi budaya baru tersebut.
Sabtu (24/10) lalu, PT MRT Jakarta (Perseroda) menggelar Webinar Internasional bertajuk “Rebuilding Cities Post COVID-19” membahas bagaimana kondisi dan solusi regenerasi perkotaan di masa pandemi COVID-19. Webinar terbagi menjadi dua sesi, yaitu sesi pertama menghadirkan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Anies Baswedan, Wakil Presiden ADB Bambang Susantono, Ketua TGUPP Provinsi DKI Jakarta Amin Subekti, Direktur ADB Thailand Hideaki Iwasaki, Direktur ADB for Filipina Kelly Bird, dan Monash Art Design Architecture Australia Dasha Spasojevic, serta sesi kedua menghadirkan Menteri Perhubungan RI Budi Karya Sumadi, dan pembicara lainnya seperti Direktur Utama PT MRT Jakarta (Perseroda) William Sabandar, Direktur Asia Tenggara Institute of Transportation and Development Policy (ITDP) Faela Sufa, Wakil Presiden Senior Gojek Raditya Wibowo, dan Sekretaris Jenderal UCLG ASPAC Bernadia Irawati Tjandradewi. Webinar daring ini diikuti oleh tidak kurang dari 2.200 peserta dan disiarkan secara langsung melalui kanal Youtube Kompas TV dan MRTv.
Dalam paparannya, Direktur Utama PT MRT Jakarta (Perseroda) William Sabandar menyampaikan bahwa kehadiran MRT Jakarta merupakan pionir regenerasi Jakarta melalui pengembangan kawasan berorientasi transit. Pandemi COVID-19 telah mengubah pola mobilitas, interaksi, dan aktivitas masyarakat perkotaan. Ada perubahan paradigma kota (Jakarta) dari berorientasi mobil menjadi berorientasi transit dan digital, dari sentralisasi menjadi desentralisasi, dan dari fleksibilitas zona dan perubahan peranan suatu area atau kawasan.
“Pandemi COVID-19 telah mengubah cara MRT Jakarta beroperasi. Misalnya kita yang biasanya bisa menampung sampai 300 orang penumpang per kereta, saat ini dengan penerapan jaga jarak, kondisi tersebut sudah tidak bisa lagi. Maksimal 62—67 orang per kereta,” ujar ia. “Perubahan mobilitas masyarakat akibat pandemi ini menyebabkan MRT Jakarta tidak bisa mengandalkan pendapatan dari ridership. Pengembangan transportasi publik dapat menjadi regenerasi perkotaan, gaya hidup, dan pertumbuhan ekonomi perkotaan,” jelas ia. Yang sedang kita lakukan saat ini, lanjut William, ialah mengembangan kawasan kota yang didesain untuk mengintegrasikan transit atau transportasi publik dengan kegiatan masyarakat, bangunan, dan ruang publik.
Unduh Siaran Pers